Buku yang berjudul Aceh; Sejarah, Budaya dan Tradisi karya Prof Dr
Amirul Hadi MA telah hadir ke hadapan publik. Buku ini lahir atas
perjuangan penulisnya dalam merangkumkan literatur-literatur tentang
Aceh yang berserakan di luar negeri.
“Literatur-literatur tentang Aceh sangat banyak di luar negeri. Namun
selama ini penulis-penulis barat yang menulis tentang Aceh itu
orientasinya pada politik dan ekonomi saja,” ujar penulis buku, Amirul
Hadi dalam pledoi bedah buku yang diselenggarakan oleh Bandar
Publishing di Aula Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Sabtu (29/1).
Menurutnya, penulis barat seperti mengabaikan dalam mengaitkan Aceh
dengan Islam. Padahal, ujarnya, menulis tentang Aceh itu tidak bisa
lepas dari Islam.
“Selama saya belajar bersama para orientalis tersebut di McGill
University, saya mencoba merintis bahan-bahan sejarah Aceh yang
berkaitan dengan Islam yang disisihkan oleh peneliti barat,” sebutnya.
Ada tiga pembedah yang dihadirkan untuk membedah buku terbitan Yayasan
Obor ini, yakni Rusdi Sufi, Husaini Ibrahim dan Nab Bahany AS.
Rusdi Sufi menyebutkan, penulisan buku yang berjumlah 320 halaman
tersebut tidak ditulis secara kronologis. Namun menurutnya, penulis
buku itu menulis tentang Aceh dengan mengambil topik-topik tertentu
dalam sejarah.
“Ada sebuah kelebihan dalam buku ini. Karena penulis buku ini berhasil
merangkum banyak data sejarah yang jarang diangkat oleh penulis
buku-buku sejarah sebelumnya,” ujar Kepala Pusat Dokumentasi dan
Informasi Aceh (PDIA).
Pembedah kedua, Husaini Ibrahim menjelaskan, Kerajaan Lamuri yang
dikenal sebagai kerajaan Islam tertua di Aceh menjadi kerajaan Islam
bukan sejak abad ke-14. Namun menurutnya, Lamuri sudah menjadi
kerajaan Islam sejak abad ke-13.
“Berdasarkan fakta arkelogis, Lamuri sudah Islam pada abad ke-13, jadi
bukan pada abad ke-14,” kata Direktur Pusat Penelitian Ilmu-ilmu
Sosial dan Budaya Unsyiah.
Sementara menurut Nab Bahany AS, buku ini termasuk dalam golongan
penulisan buku sejarah yang kritis.
“Dalam buku ini terdapat banyak interpretasi penulis terhadap
bahan-bahan sejarah,” sebut budayawan Aceh itu.