DI Universitas Al Azhar Kairo, katanya, pernah diberlakukan semacam perlombaan. Bagi mahasiswa yang jenggotnya panjang, rapi dan inidah, mereka diberikan beasiswa oleh Universitas. Maka ketika itu, banyak mahasiwa di perguruan tinggi itu yang memelihara jenggot. Harapan mereka dapat terpilih menjadi katagori jenggot terpanjang dan terindah. Targetnya akan mendapat beasiswa.
Perkara jenggot ini mengingatkan saya pada senda-gurau "Orang-orang Terkenal di Dunia, dalam buku rumor Suetoyo M.D (1990). Di antaranya, diceritakan tentang satu pertemuan yang dihadiri Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim. Sebelum acara dimulai, pada saat Tjokroaminoto memasuki ruangan, tiba-tiba salah seorang pemuda langsung berdiri sambil berteriak: "Siapa yang punya kumis, tapi tak punya jenggot?" Teriakan anak muda ini dijawab serentak oleh perserta: "Kucing". Jawaban ini dialamatkan pada Tjokroaminoto, karena beliau berkumis tapi tidak berjenggot.
Lalu, Haji Agus Salim, masuk ke ruang pertemuan. Spontan si pemuda tadi kembali berteriak: "Siapa yang punya jenggot, tapi tidak punya kumis?" Dan kembali dijawab serentak oleh peserta: "Kambing". Jawaban untuk mengejek Haji Agus Salim, karena beliau memiliki jenggot tapi tidak berkumis.
Giliran Haji Agus Salim dipersilahkan naik ke podium untuk berpidato. Sebelum memulai pidatonya, Agus Salim lebih dulu bertanya: "Siapa yang tidak punya kumis dan tidak punya jenggot?" Petanyaan ini tidak ada yang menjawab, semua hadirin terdiam. Karena pertanyaannya tak ada yang menjawab. Maka Haji Agus Salim langsung memberi tahu jawabannya. "Yang tidak punya kumis dan tidak punya jenggot adalah anjing." Hadirin yang mendengat serentak tertawa.
Begitulah cara "orang besar" berdeplomasi. Mungkin Haji Agus Salim tidak bermaksud mengalamatkan jawaban pertanyaannya kepada anak muda itu, tapi kerana anak muda yang berteriak tadi kebetulan tidak berkumis dan tidak berjenggot, maka ia merasa telah dipojokkan oleh Haji Agus Salim.
Nah, persoalan jenggot yang pernah jadi perdebatan masyarakat menyusul instruksi Bupati Aceh Selatan beberapa waktulalu bisa jadi mungkin karena sang Bupati tidak mendalami keyakinan orang memelihara jenggot dalam perspektif Islam. Atau bisa juga hanya sekadar sensasi yang tak mau kalah dengan Bupati Aceh Barat yang memperbupkan wajib memakai rok bagi perempuan di wilayahnya. Sehingga Bupati Husni Yusuf melarang pegawainya memakai jenggot. Larangan yang menuai protes dan kritik ini akhirnya sang Bupati harus minta pada masyarakat dan pegawainya atas keseleoan ngomong yang tak masuk akal.
Memelihara jenggot bagi yang berkeyakinan mengikuti sunnah adalah kewajiban yang harus dilakukan. Dan bila sekali waktu Anda akan ke Bangkok, di sana di pinggir kota Bangkok ada sebuah daerah bernama Kaewnimit. Daerah ini merupakan pemukiman komunitas Islam terbesar di Thailand setelah Patani. Semua laki-laki komunitas muslim yang mendiami daerah Kaewnimit di pinggiran kota Bangkok ini tidak ada yang tidak berjenggot. Pemerintah Thailant tidak melarang mereka untuk tidak memelihara jenggot.
Komunitas muslim di Kaewnimit ini adalah petani dan peternak. Pemerintah Thailant sangat terbantu dengan adanya komutitas Islam di Kaewnimit ini, karena mereka dapat mensuplai kebutuhan daging dan hasil pertaniannya untuk masyarakat di kota Bangkok dari hasil peternakan dan pertanian mereka.
Uniknya, kehidupankomunitas Islam di Kaewnimit ini, jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki, karena mereka berpoligami yang mereka yakini sebagai Sunnah Rasul. Demikian pula cara mareka makan, dalam satu talam makanan, mereka bisa makan secara bersamaan lima sampai sepuluh orang. Cara makan seperti ini juga mereka yakini sebagai bagian dari kebiasaan Rasulullah yang harus mereka teladani.
Jadi memelihara jenggot bagi mereka sudah merupakan suatu keyakinan dari kewajiban kaum laki-laki dalam Sunnah Rasul. Karena tak heran kalau semua laki-laki muslim di Kaewnimit Thailant ini hampir tidak ada yang tidak berjenggot. Keutamaan memelihara jenggot bagi mereka mungkin didasarkan pada beberapa Hadist yang menyuruh umat Islam (laki-laki) untuk memanjangkan jenggot dan mencukur kumis.
Pertanyaan kita, apa karena pengaruh Hadist ini sehingga dalam banyak kasus penantangan kemaksiatan yang terjadi dalam masyarakat kita, terutama kemaksiatan di kota-kota besar, lebih banyak dilakukan komunitas jamaah Islamiah yang kelihatan rata-rata mereka memiliki jenggot. Dari cara tindakan menentang kemaksiatan yang mereka lalukan memang tergambar bahwa mereka sepertinya menjalankan perintah Hadist itu, sesuai bunyi Hadist: "Tantanglah orang-orang musyrik engan memanjangkan jennggotmu dan mengguntingkan kumismu".
Jenggot dan kumis keduanya memang memberikan pelambangan bagi seorang laki-laki. Bila laki-laki tidak berkumis dan tidak berjenggot kadang sering disebut banci. Namun antara kumis dan jenggot dalam Islam mana yang harus lebih diuatamakan. Apakah kumisnya atau jenggotnya yang harus dipelihara. Dua Hadist di atas jelas mengimformasikan bahwa memelihara jenggot lebih ditutamakan dalam Islam daripada memelihara kumis. Hal ini ditegaskan dalam Hadist riwayat Imam Ahmad, Turmizi dan Nasai. Rasulullah beabda: "Barang siapa tidak mencukur kumisnya, maka dia bukanlah dari golongan kami".
Islam adalah agama yang paling indah. Seperti dikatakan Rusulullah: "Sesungguhnya Allah itu indah, dan sangat ka pada keindahan", (Hadist). Saya kira sejauh kumis itu terurus dan terawat rapi hingga terkesan indah dan bersih, tidak menjijikkan tidak ada persoalan bagi orang yang memelihara kumis dengan selalu mengguntingkannya untuk terkesan indah dan rapi.
Memang ada kisah yang menyebutkan, suatu ketika dua orang utusan Raja Kisra datang menghadap Rasulullah dengan kumis mereka yang tebal panjang, sedang jenggotnya telah dicukur bersih. Nabi bertanya: "Siapa yang menyuruh kalian berbuat seperti itu?" (maksutnya Nabi mengapa mereka mencukur jenggotnya sampai habis). Kedua utusan Raja Kisra menjawab: "Tuhan kami Raja Kisra memerintahkan kami seperti ini". Lalu Rasulullah bersabda: "Tetapi Tuhanku memerintahkanku agar menumbuhkan jenggot dan mengguntingkan kumisku", kata Nabi.
Hadist ini mengindikasikan bahwa dalam Islam juga tidak ada larangan memakai kumis, sejauh kumis itu selalu digunting rapi untuk kelihatan indah. Hal ini juga didukung oleh sekumpulan pendapat para ulama yang menyatakan bahwa apa saja yang penjang melebihi genggaman tangan hendaknya harus dipotong. Panjang yang dimaksudkan di sini adalah bulu yang tumbuh pada bagian agota tubuh, terutama jenggot yang batas guntingannya bila sudah melebihi genggaman tangan.
Dari dialog Rasulullah dengan dua utusan Raja Kisra itu kita ketahui bahwa Rasulullah sendiri menumbuhkan jenggotnya dan menggunting kumisnya. Menurut Harun Keuchik Leumiek (2010), dalam bukunya "Menelusuri Jejak Sejarah Islam Melalui Ritual Ibadah Haji dan Umrah", sampai kini bekas jenggot Rasulullah dapat dilihat di Museum Topkapi Istanbul Turki, sebagi Museum terlengkap di dunia dalam menyimpan berbagai atribut sejarah peninggalan Islam, termasuk atribut peninggalan Rasulullah. Mulai pedang bersarung emas dan permata yang pernah dipakai Nabi, sampai jenggot dan gigi Nabi masih tersimpan utuh di sebuah ruangan khusus Museum Topkapi Istanbul Turki.
Nab Bahany As
Penulis adalah budayawan, tinggal di Banda Aceh.
Perkara jenggot ini mengingatkan saya pada senda-gurau "Orang-orang Terkenal di Dunia, dalam buku rumor Suetoyo M.D (1990). Di antaranya, diceritakan tentang satu pertemuan yang dihadiri Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim. Sebelum acara dimulai, pada saat Tjokroaminoto memasuki ruangan, tiba-tiba salah seorang pemuda langsung berdiri sambil berteriak: "Siapa yang punya kumis, tapi tak punya jenggot?" Teriakan anak muda ini dijawab serentak oleh perserta: "Kucing". Jawaban ini dialamatkan pada Tjokroaminoto, karena beliau berkumis tapi tidak berjenggot.
Lalu, Haji Agus Salim, masuk ke ruang pertemuan. Spontan si pemuda tadi kembali berteriak: "Siapa yang punya jenggot, tapi tidak punya kumis?" Dan kembali dijawab serentak oleh peserta: "Kambing". Jawaban untuk mengejek Haji Agus Salim, karena beliau memiliki jenggot tapi tidak berkumis.
Giliran Haji Agus Salim dipersilahkan naik ke podium untuk berpidato. Sebelum memulai pidatonya, Agus Salim lebih dulu bertanya: "Siapa yang tidak punya kumis dan tidak punya jenggot?" Petanyaan ini tidak ada yang menjawab, semua hadirin terdiam. Karena pertanyaannya tak ada yang menjawab. Maka Haji Agus Salim langsung memberi tahu jawabannya. "Yang tidak punya kumis dan tidak punya jenggot adalah anjing." Hadirin yang mendengat serentak tertawa.
Begitulah cara "orang besar" berdeplomasi. Mungkin Haji Agus Salim tidak bermaksud mengalamatkan jawaban pertanyaannya kepada anak muda itu, tapi kerana anak muda yang berteriak tadi kebetulan tidak berkumis dan tidak berjenggot, maka ia merasa telah dipojokkan oleh Haji Agus Salim.
Nah, persoalan jenggot yang pernah jadi perdebatan masyarakat menyusul instruksi Bupati Aceh Selatan beberapa waktulalu bisa jadi mungkin karena sang Bupati tidak mendalami keyakinan orang memelihara jenggot dalam perspektif Islam. Atau bisa juga hanya sekadar sensasi yang tak mau kalah dengan Bupati Aceh Barat yang memperbupkan wajib memakai rok bagi perempuan di wilayahnya. Sehingga Bupati Husni Yusuf melarang pegawainya memakai jenggot. Larangan yang menuai protes dan kritik ini akhirnya sang Bupati harus minta pada masyarakat dan pegawainya atas keseleoan ngomong yang tak masuk akal.
Memelihara jenggot bagi yang berkeyakinan mengikuti sunnah adalah kewajiban yang harus dilakukan. Dan bila sekali waktu Anda akan ke Bangkok, di sana di pinggir kota Bangkok ada sebuah daerah bernama Kaewnimit. Daerah ini merupakan pemukiman komunitas Islam terbesar di Thailand setelah Patani. Semua laki-laki komunitas muslim yang mendiami daerah Kaewnimit di pinggiran kota Bangkok ini tidak ada yang tidak berjenggot. Pemerintah Thailant tidak melarang mereka untuk tidak memelihara jenggot.
Komunitas muslim di Kaewnimit ini adalah petani dan peternak. Pemerintah Thailant sangat terbantu dengan adanya komutitas Islam di Kaewnimit ini, karena mereka dapat mensuplai kebutuhan daging dan hasil pertaniannya untuk masyarakat di kota Bangkok dari hasil peternakan dan pertanian mereka.
Uniknya, kehidupankomunitas Islam di Kaewnimit ini, jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki, karena mereka berpoligami yang mereka yakini sebagai Sunnah Rasul. Demikian pula cara mareka makan, dalam satu talam makanan, mereka bisa makan secara bersamaan lima sampai sepuluh orang. Cara makan seperti ini juga mereka yakini sebagai bagian dari kebiasaan Rasulullah yang harus mereka teladani.
Jadi memelihara jenggot bagi mereka sudah merupakan suatu keyakinan dari kewajiban kaum laki-laki dalam Sunnah Rasul. Karena tak heran kalau semua laki-laki muslim di Kaewnimit Thailant ini hampir tidak ada yang tidak berjenggot. Keutamaan memelihara jenggot bagi mereka mungkin didasarkan pada beberapa Hadist yang menyuruh umat Islam (laki-laki) untuk memanjangkan jenggot dan mencukur kumis.
Pertanyaan kita, apa karena pengaruh Hadist ini sehingga dalam banyak kasus penantangan kemaksiatan yang terjadi dalam masyarakat kita, terutama kemaksiatan di kota-kota besar, lebih banyak dilakukan komunitas jamaah Islamiah yang kelihatan rata-rata mereka memiliki jenggot. Dari cara tindakan menentang kemaksiatan yang mereka lalukan memang tergambar bahwa mereka sepertinya menjalankan perintah Hadist itu, sesuai bunyi Hadist: "Tantanglah orang-orang musyrik engan memanjangkan jennggotmu dan mengguntingkan kumismu".
Jenggot dan kumis keduanya memang memberikan pelambangan bagi seorang laki-laki. Bila laki-laki tidak berkumis dan tidak berjenggot kadang sering disebut banci. Namun antara kumis dan jenggot dalam Islam mana yang harus lebih diuatamakan. Apakah kumisnya atau jenggotnya yang harus dipelihara. Dua Hadist di atas jelas mengimformasikan bahwa memelihara jenggot lebih ditutamakan dalam Islam daripada memelihara kumis. Hal ini ditegaskan dalam Hadist riwayat Imam Ahmad, Turmizi dan Nasai. Rasulullah beabda: "Barang siapa tidak mencukur kumisnya, maka dia bukanlah dari golongan kami".
Islam adalah agama yang paling indah. Seperti dikatakan Rusulullah: "Sesungguhnya Allah itu indah, dan sangat ka pada keindahan", (Hadist). Saya kira sejauh kumis itu terurus dan terawat rapi hingga terkesan indah dan bersih, tidak menjijikkan tidak ada persoalan bagi orang yang memelihara kumis dengan selalu mengguntingkannya untuk terkesan indah dan rapi.
Memang ada kisah yang menyebutkan, suatu ketika dua orang utusan Raja Kisra datang menghadap Rasulullah dengan kumis mereka yang tebal panjang, sedang jenggotnya telah dicukur bersih. Nabi bertanya: "Siapa yang menyuruh kalian berbuat seperti itu?" (maksutnya Nabi mengapa mereka mencukur jenggotnya sampai habis). Kedua utusan Raja Kisra menjawab: "Tuhan kami Raja Kisra memerintahkan kami seperti ini". Lalu Rasulullah bersabda: "Tetapi Tuhanku memerintahkanku agar menumbuhkan jenggot dan mengguntingkan kumisku", kata Nabi.
Hadist ini mengindikasikan bahwa dalam Islam juga tidak ada larangan memakai kumis, sejauh kumis itu selalu digunting rapi untuk kelihatan indah. Hal ini juga didukung oleh sekumpulan pendapat para ulama yang menyatakan bahwa apa saja yang penjang melebihi genggaman tangan hendaknya harus dipotong. Panjang yang dimaksudkan di sini adalah bulu yang tumbuh pada bagian agota tubuh, terutama jenggot yang batas guntingannya bila sudah melebihi genggaman tangan.
Dari dialog Rasulullah dengan dua utusan Raja Kisra itu kita ketahui bahwa Rasulullah sendiri menumbuhkan jenggotnya dan menggunting kumisnya. Menurut Harun Keuchik Leumiek (2010), dalam bukunya "Menelusuri Jejak Sejarah Islam Melalui Ritual Ibadah Haji dan Umrah", sampai kini bekas jenggot Rasulullah dapat dilihat di Museum Topkapi Istanbul Turki, sebagi Museum terlengkap di dunia dalam menyimpan berbagai atribut sejarah peninggalan Islam, termasuk atribut peninggalan Rasulullah. Mulai pedang bersarung emas dan permata yang pernah dipakai Nabi, sampai jenggot dan gigi Nabi masih tersimpan utuh di sebuah ruangan khusus Museum Topkapi Istanbul Turki.
Nab Bahany As
Penulis adalah budayawan, tinggal di Banda Aceh.