Beranda » Daur Ulang Sejarah yang Belum Tuntas

Daur Ulang Sejarah yang Belum Tuntas



Nab Bahany As

SEMINAR Internasional bertajuk “Peureulak Sebagai Pusat Peradaban Islam Pertama di Asia Tenggara, yang diselenggarakan Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry (30 Oktober 2010) lalu di Kampus Daruslam, boleh dikatakan untuk mempertegas kembali hasil keputusan Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangna Islam di Nusantara dan Asia Tenggara, tahun 1980 di Rantau Kuala Simpang Aceh Timur. Di antaa kesimpulan ketika itu, menyatakan bahwa kerajaan Islam pertamana di Nusantara dan Asia Tenggara adlah kerajaan Islam Peureulak Aceh Timur.

Sebagaimana diketahui, kesimpulan seminar tersebut telah ngundang kontroversi besar di antara sejarawan amatir dan sejarawan profesional. Kalangan sejarawan amar cenderung mendukung hasil keputusan seminar tahun 1980 bahwa karajaan Islam pertama di Nusantara adalh benar di Peurelak. Sementara para sejarawan professional menolak hasil keputusan seminar 1980 itu, dngan alasan bahwa di Peureulak tidak cukup memiliki bukti untuk dikatakan sebagai tempat pernah berdirin sebuah kerajaan Islam yang kemudian diklaim berbagai kerajaan Islam pertama di Nusantara dan Asiaenggara. Karenanya, para sejarawan professional lebih melihat bahwa kerajaan Islam pertama di Nusanara dan bahkan di Asia Tenggara adalah kerajaan Islam Samudera Pasai di Aceh Utara.

Mungkin itlah maka Fakultas Adab mengangangkat kembali tema “Peureulak Sebagai Pusat Peradaban Islam Petama di Asia Tenggara”. Kali ini menghadirkan pakar-pakar sejarah dari dalam dan luar negeri. Haya, dalam seminar kali ini ternyata tidak ada bukti baru yang disampaikan para pakar. Sumber-sumber yangmereka paparkan masih berkutat pada sumber-sumber yang sudah sering dibicarakan sebelumnya. Seperti Hikyat Raja-Raja Pasai dan Hikayat Sejarah Melalu, kitab Izharul Haq (yang sampai hari ini kitab tesebut masih dipertanyakan keberadaannya), serta beberapa naskah lain yang sudah kerab digunakan dalam kaian-kajian sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia.

Malah secara arkeologis, Dr. Husain Ibrahim yang tampil dengan makalah “Bukti-Bukti Arkeologis Paradaban Islam di Peureulak” jugatidak memberikan sesuatu yang lain dari hasil temuannya (ekskapasi) sebagai bukti Arkeologis temuan bau yang bias mendukung Peureulak sebagai pusat peradaban Islam terutua di Asia Tenggra.

Dr. Husaini tidak mampu memberikan sebuah tiori baru yang dapat mendukung Peureulak sebagai pusat peradaban Islam prtama di Asia Tenggra. Malahan katanya, dari segi batu nisan yang ada di Peureulak dengan nisan yan ada di Kampung Pande (Kedah Banda Aceh) lebih tua nisan yang terdapat di Kampung Pande.

Demkian pula Prof. Dr. Tatiana Denisova dengan makalah “Peureulak Sebagai Pusat Peradaban Islam dAsia Tenggara Dalam Tinjauan Manuskrip Melayu”, juga tidak memberikan sesuatu yang baru. Beliahanya mengulas cerita-cerita yang ada dalam hikayat raja-raja Pasai dan hikayat sejarah Melayu. Tidak enonjolkan suatu kejelasan manuskrip Malayu apa yang paling banyak bercerita tentang Peureulak, sebagaiebuah sumber yang mendukung bahwa di Peureulak pernah berdiri sebuah kerajaan Islam yang sudah berperadban maju pada masanya.

Itu sebabnya, Wagub Aceh Muhammad Nazar sebagai Keynote Speech mempartanykan, keberadaan kerajaan Islam Peureulak sebagai pusat peradaban Islam pertama di Asia Tenggara hars dikaji secara metotelogis historis untuk membuktikannya. Katanya, layaknya sebuah kerajaan salah satu bkti adalah terdapatnya struktur kenegaraan sebagai pengembangan peradabannya.

Dalam khazanah historis eureulak yang disebut-sebut pernah berdirinya sebuah kerajaan tidak ditemukan adanya struktur kepemerintaan dalam mengatur sebuah kenegaraan. Lain halnya dengan kerajaan Islam Samudera Pasai, selain memili struktur kenegaraan yang jelas juga memilki bukti yang cukup sebagai pusat pengembangan peradaban. “Krena itu, saya pikir sejauh kita belum dapat membuktikan, Peureulak hanya sebagai tempat awal tumbuhnykomunitas muslim di Aceh dan Nusantara, bisa jadi di Asia Tenggra, yang dipimpin oleh seorang tokoh ng diangkat oleh kominitas muslim yang sedang tumbuh ketika itu. Tapi kepemimpinannya tidak dalam bentukstruktur negara”, ujar alumnus Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry.

Nah, jika Peureulak disebut seuah kerajaan, selain harus sudah memiliki struktur kenegaraan, juga harus dapat dibuktikan kemajuan-kemajn peradaban yang pernah dikembangkan pada masanya. Peureulak tidak memiliki mata uang sebagai alat tukarmanusia yang sudah berperadaban maju.

Dalam sejarah numanistik Nusantara, mata uang tertua adalah matuang dirham Pasai, yang kemudian dirham Pasai ini dicontohkan oleh kerajaan-kerajaan semenanjung Melay lainnya. Dalam hal ini bagaimana kita harus membuktikan bahwa Peureulak sebagai pusat peradaban Islapertama di Asia Tenggara. Karenanya tidak berlebihan bila dikatakan, seminar “Peurelak Sebagai sat Peradaban Islam Pertama di Asia Tenggra”, adalah sebuah seminar “daur ulang” sejarah yan tidak memberikan sesuatu yang baru dari temuan-temuan penelitian sejarah Islam di Aceh dan Nusantara

Daur ulang sejarah ini juga tergambar dalam makalah Dr. Fakhriati berjudul “Peradaban Islam di ureulak Dalam Perspektif Kajian Filologis”. Dalam makalahnya Fkhriati juga tidak mengangkat teman-temuan baru dalam membuktikan Peureulak sebagai pusat peradaban Islam pertama di Asia Tenggara. Fkhriati malah lebih dipengaruhi oleh tiori “kitab suliman” Izharul Haq sebagai salah satu sumber cotroversial tentang sejarah adanya kerajaan Islam Peureulak. Di sisi lain Fakhriati dalam makalahnya mlah lebih banyak membicarakan tentang penyelamatan naskah kuno daripada substansi seminarnya.

Gambaran ang sama juga terlihat dalam makalah yang dipaparkan Dr. Mohd. Roslan bin Mohd. Nor dari UniversityMalaya Kuala Lumpur, berjudul “Peureulak Sebagai Pusat Kecemerlangan Tamadun lslam Terawal d Asia Tenggara, Suatu Tinjauan Sejarah”. Meski dalam makalah ini Mohd. Roslan agak berhasil mebuktikan Peureulak sebagai pusat peradaban awal di alam Melayu dengan menggunakan manuskrip-manuskrip lma, namun ketika dihadapkan dalam tinjauan arkiologis, juga gagal membuktikan Peureulak sebagai sebagai psat awal berkembangnya peradaban Islam di Asia Tenggara.

Zakaria Ahmad , sejarawahan, menyatakabagaimana kita bisa menyimpulkan Peureulak sebagai pusat peradaban Islam pertama di Asia Tenggara. Karena sejauh penelitian yang telah banyak dilakukan di Peureulak, tidak sepotong beling pun yang diteman sebagai bukti artefak peninggalan sebuah karya peradaban,” ujarnya.

Itu artinya, Fakultas Adab AIN Ar-Raniry, selaku penyelenggara seminar telah gagal mengangkat tema “Peurelak Sebagai Pust Peradaban Islam Pertama di Asia Tenggra”. Sehingga, seminar bertaraf internasional ini, tak ebih sebagai “daur ulang sejarah” dengan tanpa menghasilkan rekomendasi apa-apa.

* Penulis adalah lumnus Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry.