Beranda » Konstribusi Tgk Chik Oemar Di Yan dalam Perang Aceh

Konstribusi Tgk Chik Oemar Di Yan dalam Perang Aceh



Tidak banyak yang mengetahui peran sosok ulama besar Aceh yang satu ini. Namanya Teungku Chiek Oemar Di Yan. Beliau memang tidak tinggal di Aceh. Lebih dari separuh masa hidupnya dihabiskan di Yan Kedah, Malaysia, sampai beliau meninggal di sana. Yan adalah sebuah nama kampung di Kedah Malaysia yang menjadi tempat menetapnya Teungku Chik Oemar. Dia hijrah dari Aceh pada masa perang Aceh dengan Belanda. Karena Teungku Chik Oemar menetap dan menjadi penduduk di kampong Yan di Kedah Malaysia, maka beliau lebih dikenal dengan nama Tgk Chik Oemar Di Yan.

Menurut pemerhati budaya dan sejarah Aceh Harun Keuchik Leumiek yang pernah beberapa kali berkunjung ke Yan Kedah Malaysia, kampung Yan ini berada di Kedah Pulau Penang Malaysia. Malah di Yan Kedah ini, kata Harun, ada sebuah kampung yang khusus diberi nama kampung Aceh, karena penduduk kampung itu semuanya orang Aceh. Untuk menuju ke kampung Aceh yang terdapat di Yan Kedah ini, bila ditempuh dari Pulau Penang dengan menggunakan mobil hanya memakan waktu sekitar 90 menit.

Untuk mengetahui kapan Tgk Chik Oemar Di Yan meninggalkan Aceh dan hijrah ke Yan Kedah Malaysia, sejauh ini belum ditemukan catatan yang jelas. Namun, menurut salah seorang pengurus Ikatan Masyarakat Aceh Malaysia (IMAM) Muhammad Noor Ibrahim, yang diwawancarai Harun Keuchik Leumiek (2009) mengatakan, awal kedatangan orang Aceh ke Yan Kedah Pulau Penang Malaysia sudah dimulai sejak tahun 1895, yaitu pada saat Aceh sedang gencar-gencarnya berperang dengan Belanda.

Orang Aceh yang datang ke Yah Kedah Malaysia dulu, ada yang sebagai ulama atau sebagai pedagang yang dicari-cari oleh Belanda di Aceh. Mereka berhijrah ke Pulau Penang dan menetap di Yan Kedah. “Kami sekarang adalah generasi ketiga dari keturunan Aceh yang ada di Yan Kedah Malaysia ini,” jelas Muhammad Noor Ibrahim pada Harun Keuchik Leumiek ketika mengunjungi kampung Aceh di Yan Kedah Malaysia pada tahun 2009 yang lalu.

Dari keterangan Muhammad Noor ini memberikan sedikit gambaran bahwa Teungku Chik Oemar Di Yan hijrah ke Yan Kedah Malaysia diperkirakan sekitar akhir abad ke-18 M. Maka dapat diduga Teungku Chik Oemar Di Yan hijrah ke Yan Keudah Malaysia sekitar tahun 1890-an. Hal ini berkaitan dengan situasi Aceh yang ketika itu sedang dalam kondisi memuncaknya perang Aceh dengan Belanda. Para ulama Aceh yang sangat terpengaruh ketika itu terus diuber-uber oleh Belanda untuk diajak bekerja sama dalam upaya penyerahan kedaulatan Aceh kepada Belanda.

Teungku Chik Oemar Di Yan termasuk ulama yang sangat keras dalam menentang Belanda. Beliau terus dicari-cari oleh Belanda untuk menyerah. Namun, Oemar Di Yan tetap pada prisipnya. Menurut Harun Keuchik Leumiek, makam Teungku Chik Oemar Di Yan sekarang berada di dekat sebuah Meunasah Sentui Kampung Aceh di Yan Kedah Malaysia.

Asal Oemar Di Yan
Teungku Chik Oemar Di Yan adalah seorang ulama besar Aceh yang berasal dari Lam U Aceh Besar. Mengenai silsilahnya sementara ini belum didapati secara lengkap. Demikian pula tanggal dan tahun kelahirannya, juga belum diketahui secara pasti. Karena di samping beliau tidak meninggalkan catatan tertulis yang menerangkan tentang dirinya, sejauh ini juga belum ditemukannya sumber-sumber tertulis lainya yang menerangkan tentang riwayat kehidupannya.

Akan tetapi, dalam Selayang Pandang Profil Dayah Teungku Chik Oemar Di Yan yang diterbitkan oleh Yayasan Pendidikan Islam Oemar Di Yan, Indrapuri, Aceh Besar, sedikit memberi gambaran, bahwa nama Teungku Chik Oemar Di Yan ini adalah Tgk Chik Oemar bin Au’f yang terkenal dengan gelar Tgk Chiek Di Lam U, karena beliau adalah pendiri Dayah Lam U, Montasik, Aceh Besar.

Pada akhir-akhir abad ke-18, dayah Lam U yang didirikan Tgk Chik Oemar ini termasuk sebuah dayah yang sangat berpengaruh di Aceh Besar, dan sangat diperhitungkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Dayah Lam U yang dipimpin Tgk Oemar ini dianggap Belanda sebagai salah satu basis gerakan kaum ulama dalam menentang pemerintahan Belanda di wilayah Aceh Besar. Sehingga dayah Lam U ini terus diawasi. Sampai akhirnya kegiatan dayah tersebut terpaksa dihentikan pada waktu pecahnya perang antara Aceh dengan Belanda. Hal ini pula yang menyebabkan Tgk Chik Oemar bin Auf (Tgk Chik di Lam U) terpaksa meninggalkan Aceh dan berhijrah ke Yan Kedah Malaysia. Kondisi keamanan di Aceh saat itu sangat riskan bagi keselamatannya sebagai seorang ulama yang sangat berpengaruh dalam menggerakkan perlawanan terhadap Belanda.

Tgk Chik Oemar bin Auf hijrah ke Yan Kedah saat itu diikuti oleh dua sahabatnya, yaitu Tgk Muhammad Arsyad dan Tgk Muhammad Saleh yang lebih dikenal Tgk Chik Di Lambhuek. Setibanya di Yan Kedah, Pulau Penang Malaysia, Tgk Chik Oemar bersama dua rekannya Tgk Muhammad Arsyad dan Tgk Muhammad Saleh terus memantau dan membantu perjuangan rakyat Aceh melawan penjajahan Belanda.

Konon, Tgk Chik Oemar setelah berada di Yan Kedah turut mengirimkan senjata dari Pulau Penang ke Aceh untuk membantu perjuangan rakyat Aceh berperang dengan Belanda. Kehadiran Tgk Oemar bin Auf di Yan Kedah ini mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat Melayu di sana. Di samping berhasil menyatukan orang Aceh dengan masyarakat Melayu, Tgk Chik Oemar Di Yan juga berhasil mendirikan sebuah dayah (pesantren) di Yan Kedah sebagai pusat pendidikan Islam bagi masyarakat di Yan Keudah Malaysia.

Tgk Chik Oemar Di Yan ini memiliki empat orang anak. Keempatnya laki-laki dan semua mengikuti jejak perjuangan ayahnya, yaitu menjadi ulama besar dan tokoh masyarakat baik di Aceh maupun di Kedah Malaysia. Keempat putra tersebut adalah Tgk Ahmad Hasballah (putra pertama) yang lebih dikenal dengan julukan Abu Hasballah Indrapuri. Menurut riwayat, Tgk Ahmad Hasballah Indrapuri semasa kecil belajar pada orang tuanya sendiri Teungku Chiek Oemar Di Yan. Kemudian meneruskan pendidikannya ke Mekkah hingga puluhan tahun, sampai Tgk Ahmad Hasballah menjadi terkenal sebagai ahli ilmu tafsir Alquran dan ahli qiraat bacaan Alquran.

Setelah lebih kurang 25 tahun di Mekkah, Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri kemudian kembali ke Aceh dan mendirikan dayah yang berpusat di masjid tua Indrapuri (Masjid peninggalan Hindu yang pada abad ke-16 direnovasi oleh Sultan Iskandar Muda). Sekarang masjid tersebut secara arkeologis dianggap sebagai masjid tertua di Asia Tenggara. Tgk Ahmad Hasballah Indrapuri juga dikenal konsekuen dalam memurnikan ajaran Islam dari pengaruh bid’ah dan khurafat yang menjurus umat pada kemusyrikan. Dialah ulama yang giat memperjuangkan tegaknya kembali ajaran Islam murni berdasarkan Alquran dan sunnah sebagai sumber dasar kehidupan umat Islam. Namun tak jelas, mengapa Teungku Ahmad Hasballah Indrapuri setelah mendirikan dayah di Indrapuri kemudian pindah lagi ke Yan Kedah Malaysia sampai beliau meninggal di sana.

Putra kedua Tgk Chik Oemar Di Yan adalah Teungku Abdullah Amad Di Lam U atau lebih dikenal Abu Lam U. Beliaulah yang merintis kembali Dayah Lam U setelah sekian lama terhenti ditinggalkan oleh ayahnya Oemar Di Yan akibat perang Aceh. Tgk Abdullah menghidupkan kembali dayah tersebut yang kemudian memiliki pengaruh hingga ke seluruh Aceh. Putra ketiga adalah Tgk Abdul Hamid yang dikenal dengan Tgk Chik Aneuk Batee, Niron, Aceh Besar. Setelah 12 tahun belajar di Mekkah, Abdul Hamid kembali ke Aceh dan mendirikan sebuah dayah di Niron Aceh Besar. Dayah ini sudah lama terhenti, karena tidak ada yang melanjutkan. Putra keempat dari Tgk Chik Oemar Di Yan adalah Tgk Muhammad Dahlan. Beliau mengikuti orang tuanya menetap di Yan Kedah Malaysia. Sampai sekarang kompleks makam Tgk Chik Oemar Di Yan dan keluarganya masih dapat dilihat di kampung Aceh Sentui Yan Kedah Malaysia.

Kontribusi untuk Aceh
Di antara orang Aceh yang paling awal berhijrah ke Yan Kedah Malaysia adalah Tgk Chik Oemar bin Auf, Tgk Muhammad Saleh dan beberapa ulama lain dari Aceh Besar, termasuk Tgk Ahmad Hasballah Indrapuri, Tgk Madham, Tgk Abdul Hamid Aneuk Batee, Tgk Abdudullah (Abu Lam U) dan Tgk Hasan Krueng Kale. Namun, tiga dari ulama itu setelah lama menetap di Yan Kedah, seperti Tgk Abdullah Lam U, Tgk Hasan Kreung Kale dan Tgk Muhammad Saleh mereka kembali lagi ke Aceh. Sedangkan Tgk Chik Oemar Di Yan dan keluarganya tetap tinggal di Yan Kedah Malaysia.

Menurut hasil wawancara Harun Keuchik Leumiek dengan seorang tokoh masyarakat Aceh di Yan Kedah, Tgk Abdul Malik (2009), sebelum tiga ulama itu kembali ke Aceh, yaitu Hasan Krueng Kale, Tgk Abdullah Lam U dan Tgk Muhammad Saleh, mereka sempat dibawa oleh Tgk Chik Oemar Di Yan untuk belajar ke Arab selama 6 tahun. Selama di Mekkah para ulama dari Aceh itu tinggal di Baitul Asyi (rumah wakaf Aceh) yang ada di Mekkah.

Masih menurut Tgk Abdul Malik, orang Aceh yang tinggal di Yan Kedah Malaysia dulu sangat membantu perjuangan rakyat Aceh dalam melawan Kolonial Belanda. “Setiap kaum ibu asal Aceh di Yan Kedah dulu mereka mengumpulkan dana dengan cara menyisihkan segenggam beras saat memasak. Seminggu sekali beras itu dikumpulkan untuk dijual dan dananya dipergunakan untuk membeli senjata bagi keperluan perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda,” kata Abdul Malik seperti dikutip Harun Keuchik Leumiek. Bahkan menurut Abdul Malik, saat itu orang Aceh yang ada di Yan Kedah pernah membentuk sebuah Syarikat (semacam koperasi) dengan membuka sebuah kedai usaha di Yan Kedah. Keuntungan dari kopersi ini digunakan untuk membeli senjata dan dikirim ke Aceh untuk dipergunakan melawan penjajahan Belanda.

Akan tetapi, pada saat itu seorang ulama dari Lamno Aceh Barat, Tgk Abdul Jalil datang ke Yan Kedah untuk menuntut ilmu pada Tgk Chik Oemar Di Yan. Ketika ini ulama dari Lamno ini menyarankan agar uang yang dikumpulkan orang Aceh di Yan Kedah kala itu hendaknya jangan seluruhya dibeli senjata, tapi separuhnya digunakan untuk membangun sarana pendidikan orang Aceh di Yan Kedah. Saran Tgk Abdul Jalil ini diterima Oemar Di Yan, maka dibangunlah sebuah sekolah orang Aceh di kampung Aceh Yan Kedah Malaysia. Sekolah itu diberi nama Atarbuyah Adiniyah Anlamiyah. Sekarang sekolah tersebut telah berkembang pesat di Yan Kedah Malaysia, yang tak hanya menjadi sekolah anak-anak Aceh, tapi telah menjadi sekolah anak-anak masyarakat Yan secara umum.

Sekarang masyarakat Aceh di Yan Kedah Malaysia hanya tinggal sekitar 20 persen. Sisanya menetap di luar daerah Yan, seperti Pulau Penang, Alur Star, Sungai Patani, Kuala Lumpur, dan ada juga yang telah merantau ke beberapa negara bagian Malaysia. Banyak di antara keturunan Aceh dari garis Tgk Chik Oemar Di Yan yang berasal dari Yan Kedah sekarang telah berhasil menjadi orang penting di Malaysia.

Nab Bahany As