arakah Paderi telah memenuhi syarat sebuah negara seperti yang dinyatakan dalam sains politik Islam dan modern. Rakyat dan pengikutnya sangat banyak, bisa mengumpulkan ummat 500.000 orang dalam membangun ibu kota negaranya. Tentaranya berjumlah puluhan ribu orang yang terlatih.
Pemerintahan Ulama di Masa Paderi sudah memadai disebut sebagai sebuah Negara Islam yang memiliki pemerintahan Ulama, rakyat yang Islamik, batas Negara yang luas, undang-undang yang berdasarkan al-Qur`an dan Sunnah dan sebagainya.
Tidak ada kekuasaan tertinggi yang memerintah. Para penghulu, raja, datuk dan kepala adat lainnya hanya memiliki pengaruh adat dan pengaruh wibawa dikalangan anak kemenakan sesukunya saja.
Batas kekuasaan negara Islam Paderi; seluruh tanah Sumatera Barat, Riau, Sibolga hingga ke Batak yang lebih luas dari negara Singapura, Brunei, Philipine dan Malaysia saat ini. Pusat pemerintahan Paderi ialah Bonjol, tetapi daerah lain seperti Riau dan Rao bersifat otonom dalam konsep negara federal saat ini. Ibu kota negara Bonjol yang merdeka dari kuasa lain manapun dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol.
Hukum yang berkuasa adalah hukum Islam yang berdasarkan pada al-Qur`an dan Sunnah. Paderi memperbaiki hukum Islam secara berkala dengan mengutus putra terbaik mereka untuk belajar ke Makah. Perjuangan Paderi adalah untuk merealisasikan; Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Para Penganutnya.
Rata-rata pimpinan Paderi adalah para ulama berkaliber yang memperjuangkan pendidikan, penghayatan dan pengamalan Syariat Islam. Keulamaaan para pemimpin Paderi tidak dapat dipertikaikan. Ini kerana salasilah keilmuan mereka sangat jelas, guru-guru mereka yang berautoriti dan tempat mereka belajar mengajar adalah nyata dan pasti.
Sumber pendapatan negara Paderi adalah dari hasil zakat, infak, shadagah, harta ghanimah, pertanian dan perdagangan lainnya. Kekayaan negara sama sekali tidak digunakan untuk kesenangan pemimpin, tetapi ianya untuk kesejahteraan rakyat dan untuk syi`ar agama Islam.
Pakaian dan kelakuan orang Paderi sopan dan beraakhlak mulia, tasbih dan sholat tidak pernah dilupakan. Orang Paderi dilarang keras menghisap madat, berjudi, mengadu ayam dan perbuatan dosa lainnya.
Para pimpinan Paderi seperti Tuanku Nan Tuo, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Tambusai, Tuanku Rao dan sebagainya tidak bertindak sebagai panglima perang, kerajaan dan negara manapun, seperti Cheng Ho, Napoleon, dan Hang Tuah. Mereka juga bukan sebagai penasehat raja atau pemimpin manapun. Mereka juga bukan merampas kuasa pemerintahan yang berdaulat. Mereka bergerak sendiri dibawah kepemimpinan Paderi yang di inspirasikan oleh Islam.
Perjuangan Paderi tidak pernah berniat untuk mendirikan sebuah negara Indonesia seperti yang ada saat ini. Kalau mereka masih hidup tentu saja mereka akan kecewa dengan apa yang ada saat ini tentang Negara Indonesia.
Gerakan Paderi gagal karena Belanda dibantu oleh ribuan tentara Sentot Ali Basya dari Jawa. Kegagalan juga disebabkan oleh pengkhianatan kaum adat yang bekerjasama dengan Belanda untuk melawan Paderi.
Golongan Paderi hadir disaat masyarakat hidup dalam keadaan Jahiliyah yang penuh dengan dosa dan maksiat. Budaya mengadu ayam, narkoba, judi, zina yang berakibat pada berlakunya pembunuhan, perampokan dan kejahatan lainnya adalah pemandangan biasa. Budaya kesukuan yang tinggi menyebabkan seringnya berlaku peperangan, pergaduhan dan persengketaan antar suku.
Kemakmuran di era Pemerintahan Paderi sbb; orang yang mencuri dihukum, harta yang dirampok dikembalikan pada pemiliknya. Bagi yang melawan negerinya akan diperangi. Maka takutlah orang melakukan kejahatan. Kanak-kanak dan perempuan masuk kampung aman tidak diganggu. Para pedagang tidak dirampok, orang menunaikan solat, orang miskin bebas berjalan tanpa dihina dan diperhamba, baldatun Thaibah warobbul ghafur. Kemakmuran dimasa pemerintahan Paderi juga diakui oleh seorang tentara Belanda melalui catatan pribadinya; Pusat pemerintahan Paderi di Bonjol, Rao dan sebagainya sangat cantik, aman, damai, makmur dan sejahtera.
Menurut M Rajab dalam bukunya perang Paderi, Usaha untuk mendirikan negara Islam yang dipimpin oleh ulama seperti yang dicita-citakan oleh kaum Paderi kembali terinspirasi dengan berlakunya pemberontakan orang-orang siak yang bermula di Pauh.
Raja haji